Artikel Kesehatan
Ayo, Keluar Dari Zona Stigma HIV/AIDS!
Desember 20, 2019
0

Oleh: Maria Meidiary Purnama

Penyakit HIV (Human Immunodeficiency Virus) dan AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) masih menjadi salah satu masalah di berbagai negara, termasuk Indonesia. Berdasarkan data dari Ditjen Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit (P2P) menunjukkan jumlah kasus HIV yang dilaporkan cenderung mengalami peningkatan setiap tahunnya. Lonjakan yang paling banyak terjadi pada tahun 2016 dibandingkan dengan tahun 2015, yaitu sebesar 10.315 kasus. Sebagian besar kasus AIDS ditemukan berasal dari kelompok heteroseksual (61,48%), pengguna NAPZA jarum suntik (15,17%), homoseksual (2,45%), ibu kepada bayi (2,70%), transfusi darah (0,23%) serta kasus lain yang tidak diketahui (17,97%).

Di sisi lain, bagi ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS), permasalahan yang mereka hadapi bukan hanya terkait gangguan fisik akibat progres penyakit, namun sosial dan emosionalnya juga terganggu. Di samping menghadapi rasa sakit yang semakin parah secara fisik dan mental, orang yang tertular HIV/AIDS akan berhadapan dengan stigma penyakit.

Kehadiaran ODHA di Antara Masyarakat

Sudah jatuh, tertimpa tangga pula. Pepatah tersebut tampaknya tepat untuk menggambarkan stigma dari masyarakat ataupun keluarga terhadap ODHA. Berbagai reaksi yang ditimbulkan di kalangan masyarakat ataupun keluarga karena salah satunya disebabkan oleh ketidaktahuan tentang penyakit ini. Masih banyak anggapan yang menilai bahwa penularan HIV/AIDS akibat sebagai dampak daripada perilaku yang telah melanggar norma-norma dan layak tertular karena kesalahan mereka sendiri. Tidak jarang dari mereka yang memiliki perasaan dan sikap yang reaksional seperti marah, panik, terguncang, perasaan takut yang berlebihan, serta pengucilan terhadap orang yang terkena penyakit HIV/AIDS sehingga menyebabkan orang yang terkena virus tersebut belum dan bahkan tidak siap diterima oleh masyarakat ataupun keluarganya. Sikap tersebut sangat mempengaruhi kehidupan bersosialisasi ODHA dengan lingkungan sosialnya terutama kesehatan mentalnya dan menghambat mereka untuk mendapatkan akses pelayanan kesehatan karena takut dijauhi dan dikucilkan.

Kaitan  Kesehatan Mental Dengan Penularan HIV/AIDS

Masalah kesehatan mental dapat meningkatkan risiko penularan HIV melalui jalur-jalur langsung maupun tidak langsung. Remaja yang aktif secara seksual dan orang dewasa lebih berisiko tertular HIV melalui perilaku seksual. Termasuk penggunaan kondom yang tidak konsisten sehingga memiliki pasangan seks yang berbeda. Risiko infeksi HIV juga dapat meningkat dengan keparahan penyakit kejiwaan dan semakin bertambah sewaktu terdapat berbagai kondisi yang muncul bersamaan, seperti gangguan suasana hati, penggunaan narkoba, dan gejala stres pasca trauma dari misalnya penganiayaan fisik, seksual, atau emosi. Masalah kesehatan mental juga dapat menghalangi upaya untuk mencegah infeksi HIV, termasuk tes HIV dan ketaatan rutin untuk mempersiapkan pengobatan.

Banyak penelitian telah menunjukkan bahwa ODHA mengalami gangguan kesehatan mental yang lebih tinggi daripada populasi umum. Hal ini mencakup riset yang diadakan dengan beragam kelompok sosial seperti pemuda yang memiliki HIV yang diperoleh secara perilaku, wanita dewasa, perempuan ras dan etnis minoritas, orang-orang yang menyuntikkan narkoba, dan orang dewasa yang lebih tua. Dalam studi multisite US dengan lebih dari 2800 ODHA, 36% mengalami depresi berat dan 15,8% memiliki gangguan kecemasan umum.

Dampak Buruk Stigma Terhadap ODHA

Stigma sosial dan kriminalisasi dalam beberapa konteks misalnya pekerjaan seks, penggunaan narkoba, dan seks sesama jenis menghadirkan tantangan tambahan terhadap populasi utama yang sangat mungkin terkena dampak HIV, wanita transgender, pekerja seks, orang-orang yang menggunakan narkoba, serta kelompok etnis dan minoritas. Kelompok ini mengalami stigma misalnya diskriminasi yang secara negatif mempengaruhi kesehatan mental dan hubungan ini lebih lanjut mempengaruhi ODHA tidak mendapatkan pelayanan kesehatan. Selain itu juga mereka secara tidak sadar dapat menularkan virusnya kepada orang-orang di sekitarnya akibat tekanan sosial yang membuat mereka menutup diri dan menyembunyikan identitasnya sehingga menyebabkan penanganan yang tidak tepat bagi ODHA.

Faktor-Faktor Penyebab Tingginya Penyebaran HIV

Orang yang mengidap atau berisiko terkena HIV dan rentan terhadap kondisi kesehatan mental sering kali menghadapi tantangan stuktural, sosial, dan biologis untuk mengakses pencegahan dan penanganan HIV. Faktor stuktural, termasuk kemiskinan, pendidikan rendah, perumahan yang tidak stabil, dan ketidakamanan makanan turut meningkatkan kerentanan terhadap infeksi HIV dan dampak kesehatan HIV yang buruk. Faktor sosial meliputi lingkungan dan sekitarnya termasuk stigma sosial, kekerasan dan kurangnya keamanan, kurangnya persediaan air yang aman dan tetap, peperangan, dan bencana alam bisa menyebabkan trauma psikologis yang mengganggu penyaluran obat-obatan dan hambatan saat ini terhadap akses layanan kesehatan. Faktor biologis turut mengakibatkan dampak kesehatan fisik dan mental yang lebih buruk.

Peran Kesehatan Masyarakat dan Masyarakat

Sebagai makhluk sosial, keterlibatan antara petugas kesehatan dan masyarakat sangat berhubungan dalam membantu ODHA mengurangi masalah kesehatan mentalnya. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Remien dkk, hal-hal yang dapat membantu mengurangi masalah kesehatan mental para ODHA yaitu:

  1. Dukungan keluarga dan teman

Negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah melakukan intervensi multilevel yang dipadukan ke dalam layanan kesehatan berbasis masyarakat dan yang mencakup interaksi keluarga atau dukungan teman dinilai sebagai salah satu yang paling efektif.

  1. Kampanye Kesehatan Masyarakat

Kampanye kesehatan masyarakat dan komunitas untuk mengurangi stigma dikatakan mungkin memiliki dampak kesehatan mental yang kuat. Temuan dari HPN 052 trial and Partner telah memperlihatkan secara pasti bahwa pengobatan HIV adalah pencegahan. Meningkatnya akses dan pemahaman tentang pengobatan dan pencegahan HIV dapat khususnya mengurangi stigma HIV dan meningkatkan kesehatan mental. Para aktivis pendukung masyarakat membangun penelitian ini dengan memajukan kampanye lewat pesan tentang tak terdeksi = tak menular. Kampanye tersebut menyatakan bahwa pesan optimistis akan membangun harapan bagi masyarakat dan turut mengurangi pandangan negatif akibat HIV, yang selanjutnya dapat mengurangi tekanan psikologis di kalangan ODHA dan pasangan seks mereka.

  1. Meningkatkan penyediaan dan penggunaan alat-alat pencegahan HIV

Terakhir, dengan meningkatnya ketersediaan dan penggunaan alat-alat pencegahan HIV yang efektif dapat sangat bermanfaat bagi kesehatan mental. Tingkat keberhasilan persiapan yang tinggi nyaris menghapus risiko HIV dari orang-orang yang negatif mengidap HIV. Pada kalangan orang-orang yang berfokus pada persiapan HIV, dapat mengurangi gejala-gejala kecemasan dan depresi di kalangan kaum muda yang rentan terserang HIV. Terdapat juga butki baru bahwa keterlibatan dalam perawatan persiapan dapat secara bersamaan meningkatkan keterlibatan dalam pengobatan untuk mengatasi gangguan mental dan perilaku, serta skrining dan pengobatan. Dengan adanya upaya ini, perluasan jangkauan perawatan dan pemanfaatan persiapan dapat menguntungkan pencegahan HIV dan kesehatan mental.

DAFTAR  PUSTAKA

Hakim, Moch Zaenal. (2019). ‘Model Pelayanan Rehabilitasi Sosial Orang Dengan HIV di Indonesia’. Jurnal Ilmu Kesejahteraan Sosial HUMANITAS, 1(1). doi: journal.unpas.ac.id

Indah, Intan Suryantisa. (2018). ‘Situasi Umum HIV/AIDS dan Tes HIV’. Infodatin. doi: pusdatin.kemkes.go.id

Kumalasari, Galuh. (2019). ‘Hubungan Social Self Disclosure Dengan Gangguan Mental Emosional Pada Orang Dengan HIV/AIDS di Kecamatan Turen Kabupaten Malang’. CHMK Nursing Scientific Journal, 3(1). doi: cyber-chmk.net

Remien et al. (2019). ‘Mental health and HIV/AIDS: the need for an integrated response’. AIDS (London, England), 33(9). doi: ncbi.nlm.nih.gov