Artikel Kesehatan
MASIH MAU (TERPAKSA) JADI PEROKOK PASIF?
Mei 21, 2020
0

Oleh : Kadek Dwi Widyantari Utami

Indonesia merupakan negara peringkat ketiga dengan jumlah penduduk perokok terbanyak di dunia setelah China dan India. Merokok dapat dikatakan sudah menjadi kebiasaan bahkan budaya di Indonesia. Berdasarkan Riskesdas 2018, prevalensi merokok di Indonesia terus meningkat dari 7,2 % pada tahun 2013 menjadi 9,1 % pada tahun 2018 yang mana semakin jauh dari target RPJMN 2019 (5,4%). Menurut penelitian, rokok mengandung sekitar 4000 zat kimia beracun diantaranya sianida, tar, arsenik, benzene, dan berbagai senyawa berbahaya lainnya. Tidak kurang dari 69 zat kimia tersebut bersifat karsinogenik atau dapat menyebabkan kanker (Nurjanah,2014).

Paparan asap rokok dapat menyebabkan berbagai penyakit serius hingga kematian. Paparan asap rokok bukan hanya dihirup oleh perokok aktif saja melainkan juga orang sekitar yang tidak merokok dan terpaksa menghirup asap rokok atau disebut perokok pasif. Jumlah perokok pasif di Indonesia mencapai sekitar 92 juta penduduk pada tahun 2010 dan meningkat pada tahun 2013 menjadi 96 juta jiwa. Menurut jenis kelamin, perempuan yang terpajan asap rokok (54%) lebih tinggi dari laki-laki (24,2%). Sedangkan bagi anak usia 0-4 tahun sebesar 56% atau setara 12 juta anak terpajan asap rokok.(TCSC, 2015). Bahaya asap rokok sebesar 25% didapatkan oleh perokok aktif. Sedangkan bagi perokok pasif didapatkan sebesar 75% sehingga asap rokok lebih berbahaya bagi perokok pasif.  Hal ini dikarenakan adanya filter pada batang rokok yang menyebabkan perokok pasif akan menghirup asap rokok secara langsung tanpa filtrasi terlebih dahulu. Asap rokok yang dihirup perokok pasif lima kali lebih banyak mengandung karbon monoksida dan empat kali lebih banyak mengandung tar dan nikotin (Yunaningsih,2017).

Menurut WHO, lebih dari 22.000 orang— setiap harinya terdapat satu orang —yang meninggal dunia karena penggunaan tembakau atau terpapar asap rokok. Dampak rokok terhadap kesehatan memengaruhi hampir seluruh organ manusia diantaranya dapat menyebabkan penyakit jantung, stroke, dan penyakit kardiovaskular lainnya, kanker, penyakit paru obstruktif kronis, asma, TB, pneumonia, infertilitas pada laki-laki dan perempuan, gangguan pada penglihatan dan pendengaran, dsb. Semakin tinggi intensitas seseorang terpajan asap rokok, semakin tinggi risiko gangguan kesehatan yang dialami. Wanita hamil, anak-anak dan Balita adalah kelompok yang rentan mengalami gangguan kesehatan akibat terpajan asap rokok, khususnya di lingkup rumah tangga.

  1. Dampak bagi Wanita Hamil

Paparan asap rokok dapat memengaruhi kesehatan janin seperti terhambatnya pertumbuhan janin, kematian mendadak janin, keguguran bahkan gangguan perkembangan kesehatan fisik dan intelektual anak. Wanita hamil berisiko tinggi melahirkan bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) dan prematur (Sari, 2017).

  1. Dampak bagi Anak-Anak dan Balita

Anak-anak yang menjadi perokok pasif memiliki risiko lebih tinggi terserang penyakit akibat paparan asap rokok dibandingkan dengan orang dewasa. Infeksi saluran pernafasan akut menjadi salah satu penyakit yang kerap terjadi pada anak-anak. Pada Balita yang terpapar asap rokok didalam rumah juga berisiko tinggi terkena penyakit bronchitis, pneumonia, asma, penyakit saluran pernafasan lainnya hingga infeksi telinga (Syahputra, 2014). Menurut penelitian Setiawan, Balita dengan keluarga yang memiliki kebiasaan merokok berisiko lebih tinggi menderita ISPA sebesar 4,2 kali dibandingkan Balita dengan keluarga  yang tidak merokok.

 

Meskipun sudah banyak informasi mengenai bahaya rokok, salah satunya tercantum dalam kemasan rokok itu sendiri (peringatan merokok dapat membunuhmu, menyebabkan kanker, serangan jantung, impotensi dan gangguan kehamilan dan janin). Asap rokok masih sangat mudah dijumpai di berbagai lokasi baik tempat umum seperti café, restaurant, angkutan umum tempat kerja maupun tempat tinggal. KTR merupakan suatu cara efektif untuk melindungi masyarakat khususnya perokok pasif dari paparan asap rokok. Akan tetapi dalam penerapannya masih perlu dukungan dari berbagai pihak mulai dari sosialisasi, pengawasan, hingga sanksi yang tegas agar hasil maksimal. Selain melalui kebijakan, satu hal sederhana yang patut dilakukan sebagai perokok pasif adalah mulai dengan berani menyuarakan hak untuk tidak menghirup asap rokok.

DAFTAR PUSTAKA

Kemenkes. 2018. Hasil Utama Riset Kesehatan Dasar 2018.

Nurjanah, Kresnowati, L. and Mufid, A. 2014. ‘Gangguan Fungsi Paru Dan Kadar Cotinine Pada Urin Karyawan Yang Terpapar Asap Rokok Orang Lain’, Jurnal Kesehatan Masyarakat, 10(1), pp. 43–52. doi: 10.15294/kemas.v10i1.3069.

Sari, D. J. E., Hadi, D. and Oktariani, T. 2017. ‘Hubungan Pengetahuan Suami Ibu Hamil Tentang Dampak Perokok Pasif Terhadap Sikap Suami Tentang Rokok Di Kenagarian Sarilamak Wilayah Kerja Puskesmas Tanjung Pati Tahun 2017’, Jurnal Kesehatan Prima Nusantara Volume 8 No 2 Juli 2017, 8(2), pp. 127–131.

Setiawan, G. et al. .2016. ‘Peningkatan Pengetahuan akan Bahaya Perokok Pasif sebagai Upaya Mencegah Terjadinya Infeksi Saluran Nafas Akut pada Balita di Desa Tegal Rejo, Kecamatan Gading Rejo, Kabupaten Pringsewu Gigih’, JPM Ruwa Jurai, 2(1), pp. 15–19.

Syahputra, H., Sabrian, N. F. and Utomo, W. 2014. ‘Perbandingan Kejadian ISPA Balita pada Keluarga yang Merokok di dalam Rumah dengan Keluarga Yang Tidak Merokok’, Jurnal Keperawatan Komunitas, 2(1), pp. 7–14.

TCSC. 2015.  Fakta Tembakau dan Permasalahannya di Indonesia. Kemenkes RI.

WHO. 2019. Tubuh tembakau. World Health Organization.

Yunaningsih, A., Sahrudin, S. and Ibrahim, K. 2017. ‘Analisis Faktor Risiko Kebiasaan Merokok, Paparan Sinar Ultraviolet Dan Konsumsi Antioksidan Terhadap Kejadian Katarak Di Poli Mata Rumah Sakit Umum Bahteramas Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2017’, Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kesehatan Masyarakat Unsyiah, 2(6).