ANEMIA DAN KESEHATAN REMAJA: MENILIK FAKTOR RISIKO KEJADIAN ANEMIA PADA REMAJA PUTRI, HINDARI PENYAKIT SEJAK DINI DENGAN UPAYA PREVENTIF
Agustus 21, 2021
0

Time and health are two precious assets that we don’t recognize and appreciate until they have been depleted” – Denis Waitley

Kesehatan merupakan aset yang sangat berharga bagi setiap orang. Dalam siklus kehidupan, masa anak-anak hingga remaja merupakan masa yang sangat penting dalam menciptakan generasi sehat di masa mendatang. Mengelola kesehatan dengan baik di masa remaja akan menjadi aset berharga bagi masa depan. Namun, hingga saat ini, tidak sedikit remaja yang kurang memperhatikan status kesehatannya hingga mengalami berbagai gangguan kesehatan. Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) pada tahun 2013, menunjukkan bahwa salah satu masalah kesehatan yang sangat sering dihadapi oleh remaja adalah anemia dengan prevalensi kejadian anemia di Indonesia sebesar 21,7% (Fadila & Kurniawati, 2018). Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) juga menunjukkan bahwa prevalensi anemia pada remaja putri berusia 10-18 tahun sebesar 57,1%, ibu hamil sebesar 50,5%, ibu nifas sebesar 45,1%, balita sebesar 40,5%, dan usia 19-45 tahun sebesar 39,5% (Fadila & Kurniawati, 2018).

Anemia Defisiensi Besi: Problematika Pelik bagi Remaja Putri

Anemia merupakan suatu kondisi rendahnya kadar hemoglobin (Hb) di dalam darah yang berfungsi untuk mengangkut oksigen dan karbon dioksida dalam tubuh (Febriana, 2018). Seseorang dapat mengalami anemia ketika jumlah sel darah merah (hemoglobin) yang tersedia tidak cukup sehingga tidak mampu berfungsi dengan baik di dalam tubuh. Penyebab anemia sangatlah beragam. Anemia gizi disebabkan karena kurangnya zat gizi yang berperan dalam pembentukan hemoglobin, seperti zat besi, protein, vitamin B6, vitamin C, dan vitamin E. Kurangnya mengonsumsi makanan yang dapat meningkatkan penyerapan zat besi menyebabkan kebutuhan zat besi tidak terpenuhi dan berpotensi menimbulkan anemia. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa ketidakcukupan gizi ini disebabkan karena pola konsumsi masyarakat Indonesia yang masih menggunakan sayuran sebagai sumber utama zat besi (Fadila & Kurniawati, 2018). Padahal, sebagian besar sayur-sayuran, seperti bayam memiliki kandungan asam oksalat yang tinggi, kandungan zat besi yang rendah, serta sulit untuk diserap. Sementara itu, daging dan protein hewani, seperti ayam dan ikan memiliki kandungan zat besi yang tinggi, tetapi makanan ini jarang dikonsumsi oleh masyarakat, khususnya masyarakat pedesaan sehingga menyebabkan penyerapan zat besi di dalam tubuh menjadi rendah (Fadhylah dkk., 2020). Penyerapan zat besi yang rendah sangat berbahaya bagi kesehatan, khususnya kesehatan remaja karena remaja memiliki risiko yang tinggi terhadap kejadian anemia.

Gejala yang ditimbulkan akibat anemia sangat bergantung pada cepat lambatnya anemia yang terjadi pada tubuh seseorang. Menurut University of North Colorina dalam Briawan (2014) menjelaskan bahwa gejala anemia secara umum, meliputi rasa mudah lelah, pucat pada kuku, bibir, gusi, mata, kulit kuku, dan telapak tangan, napas pendek, jantung berdenyut kencang, nyeri dada, pusing, mata berkunang, tangan terasa dingin atau mati rasa, dan cepat marah (Briawan, 2014). Beberapa penelitian menyebutkan bahwa remaja putri memiliki risiko yang lebih besar terkena anemia dibandingkan dengan remaja putra.

Masa Remaja, Masa Rentan Menderita Anemia

Masa remaja merupakan masa yang sangat penting dalam pertumbuhan dan perkembangan. Pada masa ini, remaja sangat memerlukan zat besi yang cukup untuk menghindari berbagai masalah kesehatan, salah satunya anemia. Setiap bulannya, remaja putri mengalami menstruasi (haid). Kondisi ini menyebabkan remaja putri membutuhkan zat besi untuk mengembalikan keadaan tubuhnya pasca menstruasi. Ketika remaja putri mengalami menstruasi, maka rata-rata jumlah darah yang dikeluarkan, yaitu sebanyak 40 mL. Jumlah darah yang keluar ketika menstruasi juga dipengaruhi oleh lama menstruasi. Sementara itu, lama menstruasi dipengaruhi oleh beberapa kondisi, seperti kelelahan, aktivitas fisik yang padat, dan stres yang dapat memengaruhi hormon di dalam tubuh. Apabila remaja putri mengalami menstruasi yang lama, maka jumlah darah yang dikeluarkan akan semakin meningkat. Jika jumlah darah yang keluar lebih dari 80 cc, maka kondisi ini dapat menimbulkan anemia pada remaja (Fadhylah dkk., 2020). Anemia yang berkepanjangan dapat memengaruhi kondisi tubuh ketika hamil nantinya. Saat tubuh tidak mampu memenuhi kecukupan gizi, maka janin yang terdapat di dalam kandungan akan memiliki risiko yang tinggi untuk mengalami kematian maternal, lahir prematur, berat badan lahir rendah (BBLR), dan kematian perinatal. Selain itu, remaja putri memiliki risiko yang lebih besar menderita anemia karena remaja putri sering kali menjaga penampilan tubuh dengan mengurangi konsumsi makanan dan melakukan diet yang tidak sehat. Diet yang tidak sehat dan tidak seimbang akan menyebabkan tubuh mengalami kekurangan zat gizi. Dampak yang ditimbulkan dari kondisi ini, antara lain menurunnya kemampuan motorik, kognitif, mental, produktivitas remaja, gangguan pertumbuhan, dan imunitas (Fadhylah dkk., 2020). Melihat tingginya risiko remaja putri menderita anemia, diperlukan langkah pencegahan yang tepat untuk menghindari remaja dari bahaya anemia.

Hindari Anemia dengan Tiga Tahapan Pencegahan

Pencegahan anemia dapat dilakukan melalui tiga tahapan pencegahan, yaitu pencegahan primer, pencegahan sekunder, dan pencegahan tersier. Berikut merupakan penjabaran dari ketiga tahapan pencegahan anemia.

  1. Pencegahan Primer

Pencegahan primer anemia dapat dilakukan dengan mendorong berbagai usaha untuk meningkatkan status kesehatan, yaitu dengan mengurangi berbagai faktor risiko yang menjadi penyebab anemia. Upaya yang dapat dilakukan pada tahap ini, seperti menyediakan dan mengonsumsi berbagai makanan yang mengandung gizi tinggi, memperhatikan informasi gizi dan status kedaluwarsa makanan, serta melaksanakan gaya hidup sehat (Umroningsih, 2017).

  1. Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder anemia dapat dilakukan dengan melaksanakan pemeriksaan anemia sedari dini ke pelayanan kesehatan untuk menekankan diagnosis penyakit dan deteksi dini penyakit (Umroningsih, 2017). Pemeriksaan yang dapat dilakukan, sebagai berikut.

1. Anamnesis atau Keluhan

Penderita anemia yang melakukan anamnesis atau pemeriksaan terhadap keluhan akan menemukan beberapa gejala anemia, seperti mudah lelah, pusing, mata berkunang-kunang, dan beberapa tanda anemia lain yang dirasakan penderita.

2. Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik, keluhan yang ditemukan, seperti kulit pucat, lemah, pucat pada membran mukosa, konjungtiva, pucat pada kuku dan jari tangan, serta lemah karena kekurangan sel darah merah.

3. Pemeriksaan Darah

Pemeriksaan hemoglobin (Hb) pada penderita anemia dapat dilakukan menggunakan alat test meter MHD-1.

  1. Pencegahan Tersier

Pencegahan tersier anemia mencakup upaya pengobatan dan rehabilitasi untuk mencegah kejadian anemia lebih lanjut (Umroningsih, 2017). Pencegahan yang dapat dilakukan pada tahap ini, sebagai berikut.

1. Menyediakan Suplemen Zat Besi

Suplemen zat besi yang diperlukan, yaitu Tablet Tambah Darah (TTD). Tablet Tambah Darah (TTD) merupakan tablet besi folat yang mengandung 60 mg besi elemental dan 0,25 mg asam folat. Mengonsumsi tablet tambah darah ketika menstruasi dapat membantu mencegah anemia pada remaja.

2. Mengonsumsi Makanan yang Mengandung Zat Besi

Makanan yang mengandung zat besi tinggi, seperti daging, ayam, ikan, hati, telur, sayur-sayuran, dan buah-buahan dapat membantu meningkatkan penyerapan zat besi di dalam usus sehingga dapat membantu mencegah terjadinya anemia.

3. Mengurangi Makanan Penghambat Penyerapan Zat Besi

Makanan-makanan yang dapat menghambat penyerapan zat besi harus dihindari agar remaja tidak mengalami anemia. Makanan tersebut, meliputi teh, kopi, dan minuman beralkohol.

4. Edukasi Gizi

Melaksanakan edukasi gizi berbasis hortikultura sangat penting untuk membantu memperbaiki ketersediaan zat besi pada bahan pangan.

 

DAFTAR PUSTAKA

Briawan, D., 2014. Anemia: masalah gizi pada remaja wanita. EGC.

Fadhylah, A., Wahyuningsih, H.P. and Kusmiyati, Y., 2020. FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA REMAJA PUTRI DI SMPN 1 KOKAP TAHUN 2019 (Doctoral dissertation, Poltekkes Kemenkes Yogyakarta).

Fadila, I. and Kurniawati, H., 2018, October. Upaya Pencegahan Anemia pada Remaja Putri sebagai Pilar Menuju Peningkatan Kesehatan Ibu. In Prosiding Seminar Nasional FMIPA-UT (pp. 78-89).

Febriana, N.A., 2018. ANALISA KADAR HEMOGLOBIN PADA IBU HAMIL SEBELUM DAN SESUDAH MELAHIRKAN DI RS. PKU MUHAMMADIYAH SURABAYA (Doctoral dissertation, Universitas Muhammadiyah Surabaya).

UMRONINGSIH, A2A215041 (2017) KEJADIAN ANEMIA PADA REMAJA PUTRI BERDASARKAN TINGKAT PENGETAHUAN, SIKAP, PERILAKU DAN KARAKTERISTIK ANAK DALAM PENCEGAHAN ANEMIA(Studi di Pondok Pesantren Al-Izzah Kecamatan Mranggen Kabupaten Demak). Undergraduate thesis, Universitas Muhammadiyah Semarang.