Artikel Kesehatan
Sisi Gelap dari Kebiasaan Menyirih, Sudahkah Kamu Mengetahuinya?
Februari 20, 2019
0

Perilaku masyarakat seringkali dipengaruhi oleh kebudayaan atau kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat itu sendiri. Salah satu faktor kebudayaan yang ditemui dalam masyarakat yaitu kebiasaan menyirih. Menyirih merupakan proses meramu campuran dari beberapa bahan seperti sirih, pinang, kapur, dan gambir yang kemudian dikunyah secara bersamaan dalam jangka waktu tertentu. Di beberapa daerah, ada pula yang menambahkannya dengan tembakau.  Kebiasaan menyirih sudah ada sejak 2000 tahun yang lalu di daerah Asia Selatan, Asia Tenggara dan Pasifik Selatan (Hontong et al., 2016).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Inggris pada imigran dari Asia Selatan yang mengunyah sirih pinang, didapati bahwa mereka mengunyah sirih pinang karena memberikan rasa yang menyegarkan, sebagai makanan ringan, membantu menghilangkan stres dan dipercaya dapat memperkuat gigi dan gusi (Iptika, 2014). Bahan menyirih merupakan bentuk persahabatan yang digunakan sebagai suguhan kepada tamu ketika bertemu dalam suatu acara yang bersifat kekeluargaan atau acara adat. Beberapa daerah di Indonesia, salah satunya di Papua terdapat tradisi atau adat masyarakatnya yang menggunakan sirih pinang seperti berikut (Kamisorei et al., 2017).

  1. Hidangan Penghormatan

Perilaku menyirih disuguhkan pada saat acara adat seperti prosesi minang, penyambutan tamu, dan penghantar bicara dalam acara yang bersifat adat istiadat.

  1. Acara Adat

Dalam upacara adat, perilaku menyirih tidak dapat ditinggalkan karena perilaku ini digunakan untuk mempererat tali bersaudaraan.

  1. Acara Pertunangan atau Perkawinan

Menyiapkan bahan menyirih dan perlengkapan lainnya merupakan suatu kewajiban dan harus ada bagi para tamu dan undangan yang hadir. Selain itu, pada saat perkawinan tiba hal tersebut merupakan makanan wajib yang harus ada disiapkan untuk para tamu.

  1. Peristiwa Duka

Bahan menyirih yang disediakan pada saat peristiwa duka merupakan suguhan jamuan kasih kepada tamu yang berdatangan. Biasanya perilaku ini dilakukan sepanjang hari oleh beberapa tamu dan keluarga dekat untuk menemani keluarga yang sedang mengaami peristiwa duka.

Namun tahukah kalian bahwa kebiasaan menyirih ini dapat berdampak buruk terhadap kesehatan mulut kita? Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Tata Memorial Hospital, India menunjukkan bahwa 28%-30% telah didiagnosa terkena fibrosis submukosa oral akibat sering menyirih. Selain itu, hasil penelitian lain juga mengemukakan bahwa pasien yang terkena kanker rongga mulut adalah rata-rata pasien yang memiliki kebiasaan menyirih lebih dari 35 tahun, dengan frekuensi menyirih yang lebih dari 10 kali dalam sehari, ditambah dengan tidak diperhatikannya status kebersihan mulut dan gigi. Kebiasaan menyirih yang dilakukan dalam jangka waktu lama akan menggantikan kebiasaan menggosok gigi oleh masyarakatnya, sehingga tentu saja dapat berdampak buruk terhadap kesehatan mulutnya. Beberapa bahan yang digunakan dalam menyirih mengandung zat-zat berbahaya bagi tubuh. Tembakau yang digunakan dalam mengunyah sirih pinang mengandung zat-zat yang berbahaya seperti tar, nikotin, dan CO yang menimbulkan adiktif atau kecanduan pada orang yang mengonsumsinya.

Selain itu, biji buah pinang yang digunakan untuk menyirih mengandung senyawa golongan fenolik yang relatif tinggi. Campuran biji buah pinang dan kapur sirih akan menghasilkan konsidi PH alkali yang akan merangsang pembentukan suatu zat yang dapat menyebabkan kerusakan DNA atau genetik sel epitel dalam rongga mulut (Kamisorei et al., 2017). International Agency for Research on Cancer (IARC) menyebutkan bahwa mengunyah pinang berdampak pada kesehatan dan berpotensi menyebabkan kanker. Penelitian yang dilakukan oleh Girish Parmar et al. (2008) mengindikasikan bahwa tingginya pengunyah sirih pinang yang menderita perdarahan gusi, bau nafas, kesulitan dalam membuka mulut dan menelan makanan yang padat, rasa terbakar pada jaringan lunak dan luka bernanah pada rongga mulut (Iptika, 2014).

Berdasarkan penjelasan diatas, terlihat bahwa begitu besar dampak yang ditimbulkan dari perilaku menyirih. Tidak hanya untuk lansia saja, tetapi hal tersebut berlaku juga untuk semua umur yang melakukan perilaku menyirih. Nah oleh sebab itu, perlu dilakukan penyuluhan kepada masyarakat yang memiliki kebiasaan menyirih agar memahami dampak dan bahaya yang ditimbulkan. Selain itu, untuk menghindari terjadinya kanker rongga mulut maka hal kecil yang paling sederhana kita lakukan sejak dini yaitu menjaga kebersihan mulut seperti menggosok gigi secara rutin dan teratur, mengonsumsi buah dan sayuran, menjauhkan dari kebiasaan merokok, serta meminimalisir mengonsumsi makanan dan minuman yang mengandung pengawet.

Sumber:

Hontong, C., Christy, N.M., dan Kustina, Z. 2016. Hubungan Status Gingiva dengan Kebiasaan Menyirih Pada Masyarakat di Kecamatan Manganitu. Jurnal e-GiGi (eG) 4(2): 215-221

Iptika, A. 2014. Keterkaitan Kebiasaan dan Kepercayaan Mengunyah Sirih Pinang dengan Kesehatan Gigi. Jurnal Masyarakat, Kebudayaan dan Politik 3:64-69

Kamisorei, R.V. dan Shrimarti, R.D. 2017. Gambaran Kepercayaan Tentang Khasiat Menyirih Pada Masyarakat Papua di Kelurahan Ardipura I Distrik Jayapura Selatan Kota Jayapura. Jurnal Promkes 5(2):232-244